Kamis, 23 Januari 2014

Subhanallah, Inilah Fakta Unik Kumandang Adzan

0 komentar


PKS Legok - LIMA kali sehari, suara adzan selalu berkumandang di sekitar wilayah yang mayoritas umatnya beragama islam. Selama masih di Indonesia, tampaknya satu hal yang akan selalu hampir kita dengar setiap lima waktu dalam setiap hari adalah suara adzan. Ya, dari Sabang sampai Merauke, kita masih diberi kesempatan untuk mendengarkan adzan. Kecuali tentu saja di beberapa daerah yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

Adzan merupakan media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari.

Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan.
Apabila telah dikumandangkan, wajib hukumnya umat muslim di dunia untuk melaksanakan sholat. Dibalik merdunya suara Adzan yang berkumandang, ada keistimewaan tersendiri dari adzan, sehingga bagi muadzin (orang yang menyerukan azan) sekalipun, Allah telah menjanjikan pahala kepadanya. Di balik keistimewaannya, adzan juga menyimpan fakta yang mengagumkan.

1. Kalimat penyeru yang mengandung kekuatan dahsyat

Begitu adzan berkumandang, kaum muslim yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah akan segera bergegas ke masjid menunaikan salat. Tanpa sadar syaraf akan memerintahkan tubuh untuk segera menunaikan salat.  Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak umat muslim mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi).

Seakan suara khas adzan telah tertanam dalam alam bawah sadar setiap muslim. Sehingga ketika mendengarnya, indra-indra tubuh mereka lalu bergerak untuk salat. Suara adzan seakan telah menyentuh fitrahnya untuk beribadah.

2. Banyak non-muslim yang menjemput hidayah setelah mendengar adzan

Banyak kisah perjalanan hidup kaum mualaf hingga akhirnya menemukan hidayah yang seringkali menyentuh nurani. Berbagai sebab mereka akhirnya masuk Islam. Salah satu sebab yang sering terjadi adalah suara adzan yang didengar mereka, telah menggetarkan hari dan kesadaran terdalam untuk mengucap syahadat. Seakan fitrah Islam dalam diri mereka terbangkitkan melalui alunan adzan itu.

Kementerian Urusan Agama Turki pernah melansir sedikitnya 634 orang telah masuk Islam selama tahun 2011, termasuk 467 wanita, yang berusia rata-rata 30 sampai 35 tahun, dan berasal dari kebangsaan yang berbeda mulai dari Jerman, Maldiva, Belanda, Perancis, Cina, Brasil, AS, Rumania dan Estonia. Mereka adalah turis-turis yang tengah melancong ke Turki.

Di kota Kayseri Turki sendiri, sedikitnya 14 orang telah masuk islam selama empat tahun terakhir, termasuk 10 wanita. Grand Mufti kota Kayseri, Syaikh Ali Marasyalijil menyebutkan umumnya mereka masuk Islam setelah tersentuh mendengar alunan adzan.

Rapper papan atas Amerika Serikat, Chauncey L Hawkins yang populer disapa Loon bahkan mengakui masuk Islam setelah mendengar suara adzan saat dirinya tengah berkunjung ke Abu Dhabi, Dubai.

Masih banyak lagi kisah menyentuh mualaf yang masuk Islam setelah mendengar alunan kumandang adzan.

3. Perintah adzan datang melalui mimpi

Pada awalnya Rasulullah SAW tidak tahu dengan cara yang digunakan untuk mengingatkan umat muslim bila waktu salat tiba. Ada sahabat yang menyampaikan usul untuk mengibarkan bendera, menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan membunyikan lonceng. Semua saran itu dianggap kurang cocok.

Hingga datanglah sahabat, Abdullah bin Zaid yang bercerita jika dia mimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan seperti saat ini. Lalu dikabarkanlah perihal mimpi ini kepada Rasulullah. Umar bin Khathab mendengar hal itu dan ternyata dia juga mengalami mimpi yang sama. ”Demi Tuhan yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi)”. Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.”  Rasulullah menyetujui untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu sebagai tanda waktu salat tiba.

4. Dikumandangkan saat peristiwa-peristiwa bersejarah

Selain digunakan untuk menandakan waktu salat tiba, adzan juga dikumandangkan pada momen-memen penting dan bersejarah. Misalnya ketika seorang bayi lahir. Selain itu, saat peristiwa penting dalam Islam terjadi, adzan juga berkumandang. Ketika pasukan Rasulullah berhasil menguasai Makkah dan berhala-berhala di sekitar ka’bah dihancurkan, Bilal bin Rabbah mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah.
Peristiwa lain, ketika Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman yang mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur, beberapa perajurit Ottoman masuk ke dalam lalu mengumandangkan adzan sebagai tanda kemenangan mereka.

5. Bilal tak kuat meneruskan adzan

Setelah Rasul wafar, Bilal tak kuasa lagi mengumandangkan adzan karena selalu menangis setiap kali mengingat Rasul.

6. Miliaran kali dikumandangkan sejak 14 abad lalu

Adzan dikumandangkan 5 kali sehari. Semenjak adzan pertama kali dikumandangkan 14 abad lalu hingga saat ini, tak dapat dihitung berapa juta kali adzan telah berkumandang.

Anggaplah setahun 356 hari. Jika 14 abad adalah 1400 tahun, maka 1400 tahun x 356 hari = 511000 hari. Dalam satu hari, adzan 5x dikumandangkan. Sehingga sedikitnya adzan telah dikumandangkan 2.555.000 kali. Jika dalam satu hari ada 1 juta muslim di dunia yang mengumandangkan adzan, jadi adzan telah dikumandangkan sebanyak 2.555.000.000.000 kali. Subhanallah!

7. Tak henti dikumandangkan hingga kiamat

Bumi berbentuk bulat. Ini menyebabkan terjadi perbedaan waktu solat pada setiap daerah. Ketika adzan telah selesai berkumandang di satu daerah, maka selanjutnya adzan berkumandang di daerah lain.

Satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula Sumatera. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India.
Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.

Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan.

Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.

Sebelum adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul.


Begitu seterusnya adzan terus berkumandang di bumi dan tidak pernah berhenti hingga kiamat terjadi. Subahanallah. [berbagai sumber]

Read more...

Risiko Kufur Nikmat

0 komentar


PKS Legok -
Menyaksikan kedua telapak kaki Rasulullah pecah-pecah akibat terlalu lama melakukan shalat malam, Aisyah bertanya, “Kenapa engkau melakukan yang demikian, Wahai Rasulullah, padahal Allah sudah mengampuni segala dosamu yang telah lampau dan akan datang?” Beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini cukup populer. Rasulullah SAW (571-632 M) gamblang menegaskan tentang pentingnya bersyukur. Tentu bersyukur merupakan kewajiban bagi kaum beriman. Mari renungkan sejenak nikmat Allah yang selama ini kita terima. Tidak usah seluruhnya. Cukup nikmat buang angin saja. Seorang teman harus menghabiskan uang jutaan rupiah untuk biaya operasi hanya gara-gara tiga hari tidak bisa buang angin. 

Itu baru soal buang angin. Padahal sepanjang hidup ini, jutaan aktivitas lain harus kita tunaikan. Semua itu ternyata tidak dipungut harga alias gratis. Sebab itu, Allah hanya memberikan kita dua pilihan. Jika tidak mau bersyukur, berarti kita kufur. Tidak ada pilihan ketiga. “Sungguh Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS Al-Insan: 3).

Betapa bodohnya kita apabila lebih memilih kufur ketimbang bersyukur. Pasalnya, Allah menjanjikan bertambahnya nikmat bagi mereka yang bersyukur dan menimpakan laknat bagi mereka yang kufur. Berulang kali ayat Al-Qur’an membeberkan kisah-kisah kaum dahulu yang dibinasakan Allah akibat mereka enggan bersyukur. Simak beberapa cuplikan kisah berikut. 

Kaum Nabi Nuh (3993-3043 SM) disapu banjir super dahsyat. “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan menurunkan air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku.” (QS Al-Qamar: 11-13).

Sejarawan memang berbeda pendapat, apakah bencana besar itu melanda seluruh dunia atau hanya terjadi pada wilayah tempat Nabi Nuh diutus. Yang jelas, semua sepakat bahwa banjir mengerikan itu datang akibat kaum Nabi Nuh selalu ingkar kepada Allah. Betapa tidak, lebih kurang 950 tahun Nabi Nuh berdakwah, tetapi pengikutnya hanya tujuh puluh orang dan delapan anggota keluarganya.

Kekufuran dan pembangkangan serupa juga dilakukan kaum Ad. Kaum Nabi Hud (2450-2320 SM) ini terkenal memiliki jasmani yang kuat. Berkat karunia Allah, kaum Ad hidup berselimut kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Peradaban mereka juga sangat maju. Tetapi mereka kufur dan angkuh, selalu menolak kebenaran, yang risikonya harus mereka bayar dengan sangat mahal. 

Allah meniupkan badai topan diiringi gemuruh suara yang menggelegar. Hanya dalam hitungan hari, riwayat mereka tamat dengan sangat menyedihkan. “Allah menimpakan angin kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari secara terus menerus, maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah lapuk.” (QS Al-Haqqah: 7).

Tidak kalah mengerikan lagi adalah azab yang diterima kaum Tsamud. Kaum yang tinggal di dataran Al-Hijir yang terletak di antara Hijaz dan Syam ini hidup dengan segala kemewahan dan kemakmuran sebagai warisan dari kaum Ad. Kaum Tsamud juga dikenal sebagai arsitektur dan entrepreneur ulung. Awal Juli 2008 lalu, UNESCO mengesahkan Madain Saleh, kota peninggalan mereka di 440 km arah utara Madinah itu, sebagai salah satu situs warisan dunia (World Heritage Site). 

Sungguh sayang, mereka ingkar dan menentang dakwah Nabi Saleh (2150-2080 SM). Mereka bahkan berani membunuh unta betina yang merupakan mukjizat Nabi dan Rasul kelima itu. Hasilnya, mereka dihantam guntur dan gempa hebat. “Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumah mereka, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sungguh kaum Tsamud itu mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud.” (QS Hud: 67-68).

Tidak kalah tenar tentu kisah Fir’aun. Fir’aun adalah gelar untuk raja-raja Mesir purbakala. Menurut Al-Qur’an, terdapat dua gelar bagi raja Mesir kala itu: Fir’aun dan Malik. Fir’aun adalah gelar untuk raja Mesir zaman Nabi Musa (1527-1407 SM), sementara Malik adalah gelar raja Mesir zaman Nabi Yusuf (1745-1635 SM). Penelitian sejarah membuktikan, Fir’aun yang sangat memusuhi Nabi Musa adalah Minephtah (1232-1224 SM), putra Ramses II. Adapun Ramses II yang memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM itu adalah raja yang baik. 

Fir’aun Minephtah dianugerahi kekuatan dan kekuasaan luar biasa. Tidak hanya kaya, dia bahkan tidak pernah sakit seumur hidup. Tetapi, jangankan bersyukur, Fir’aun Minephtah malah sangat sombong dan arogan, bahkan mengaku sebagai Tuhan. Tragis, Fir’aun Minephtah dan kroni-kroninya akhirnya dibenamkan Allah di dasar Laut Merah. Setelah ribuan tahun terkubur di laut, muminya ditemukan pada 1898 M oleh Loret di Thebes, di daerah Wadi Al-Muluk (lembah raja-raja). Kini, mumi Fir’aun Minephtah diawetkan di museum Mesir. 

Jika mengacu isyarat Al-Qur’an, Allah memang sengaja menyelamatkan jasad Fir’aun Minephtah agar dapat menjadi pelajaran bagi manusia. “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sungguh kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92). 

Masih banyak kisah-kisah kebinasaan kaum kufur nikmat dan penentang kebenaran yang dituturkan Allah dalam Al-Qur’an. Cukuplah beberapa penggalan kisah di atas sebagai bahan renungan. Sebagai kaum beriman, sepatutnya kita terus memanjatkan doa yang diajarkan Rasulullah, sebagaimana dikutip dalam riwayat Abu Dawud, “Wahai Tuhanku, bantulah aku untuk dapat senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” 

[RoL]
Read more...

Menghafal Quran Sejak Era Sahabat

0 komentar


PKS Legok -
Di Tanah Arab, budaya menghafal lebih diagungkan ketimbang menulis.

Allah berfirman, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami yang benar-benar memeliharanya," surah al-Hijr ayat 9.

Allah menjamin terpeliharanya Alquran hingga kini dan hingga hari kiamat nanti melalui para hafiz dan hafizah. Dari ingatan merekalah ayat-ayat Allah terjaga kemurniannya. Merekalah orang-orang terpilih yang mendapat tugas sebagai pemelihara kitab suci.

Menjaga Alquran dengan menghafal sebetulnya telah diterapkan oleh Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan seorang yang ummi. 

Acapkali Jibril menyampaikan wahyu dari langit, Rasulullah akan segera menghafalnya. Hafalan Rasulullah pun mendapat jaminan dari Allah sehingga tak akan pernah luput sehuruf pun.

"Janganlah kamu menggerakan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya," firman Allah dalam surah al-Qiyamah ayat 16--17.

Gaya menghafal ini pun kemudian diteruskan oleh para sahabat. Di tanah Arab, budaya menghafal memang lebih diagungkan ketimbang budaya menulis. 

Sejak era kuno, masyarakat Arab terbiasa menghafal syair-syair indah. Dengan budaya seperti itu, daya hafal bangsa Arab pun lebih tajam dibanding bangsa lain.

Alhasil, meski Rasulullah seringkali meminta sahabat untuk menuliskan ayat Allah, tulisan tak menjadi sumber utama. 

Daya ingat para sahabatlah yang menjadi pemelihara Alquran. Hampir semua sahabat Rasulullah menghafal ayat Quran dengan teliti dan pemahaman yang sempurna.

Namun, setelah wafatnya Rasulullah, banyak peperangan terjadi. Para sahabat gugur satu per satu di medan perang. 

Hingga di era kekhalifahan Usman bin Affan, jumlah para penghafal Alquran benar-benar tinggal hitungan jari, terutama setelah perang Yamamah. Maka, sejak itulah Alquran mulai dikumpulkan dan dibukukan oleh Khalifah Usman.

Proses pengumpulan Alquran ini tentu tidak mudah. Khalifah Usman mencari sahabat Rasulullah yang hafiz dan kuat hafalannya. Zaid bin Tsabitlah yang kemudian terpilih memimpin proyek mulia tersebut.

Sebetulnya, pengumpulan Alquran telah digalakkan sejak era kekhalifahan Abu Bakar. Zaid bin Tsabit dipanggil untuk menghimpun Alquran dengan mengumpulkan para hafiz. 

"Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, itu lebih mudah bagiku daripada menghimpun Alquran," ujar Zaid saat diamanahi tugas tersebut.

Maka ditulislah beberapa mushaf Alquran. Di masa Khalifah Usman, mushaf-mushaf tersebut baru dikumpulkan. Lagi-lagi, Zaid yang mendapat tugas itu kembali. 

Di kalangan sahabat dan tabi'in, Zaid memang terkenal sebagai sekretaris Rasulullah. Saat Nabi Muhammad masih hidup, Zaid banyak menuliskan surat kenegaraan hingga kalamullah. 

Maka tidak mengherankan jika dia yang mendapat amanah tersebut. Belum lagi keutamaannya yang sangat dekat dengan Rasulullah dan mengemban tugas sebagai hafizul Quran.

Bahkan, saat pemerintahan Islam berdiri di Madinah, Tsabit pula yang menjadi ketua tim qari. "Para sahabat nabi tahu betul kalau keilmuan Zaid bin Tsabit sangat menonjol," ujar Ibnu Abbas.

Demikian juga Ibnu Abbas. Dia juga merupakan seorang penghafal Quran. Ia bahkan telah menghafal seluruh Quran di usia yang sangat belia mengingat ia telah menjadi pengikut setia Rasulullah sejak masih kanak-kanak. 

Hanya saja, Ibnu Abbas lebih ternama dengan banyaknya hadis Rasul yang ia riwayatkan. Alhasil, dia pun memiliki kemampuan tinggi dalam menafsirkan ayat Quran. Ibnu Mas'ud bahkan menyebut Ibnu Abbas sebagai ahli tafsir terbaik.

Terdapat pula nama Ubai Bin Ka'ab. Selain Zaid bin Tsabit, Ubai pun pernah menjadi sekretaris Rasulullah. Bersama Zaid, Ubai sangat rajin menulis kalamullah. 

Zaid dan Ubai berada di bawah pengawasan Rasulullah saat menulis Quran. Umar bin Khattab bahkan menyebut Ubai sebagai qari terbaik. Khalifah Umar juga berkata, "Barang siapa yang hendak menanyakan tentang Alquran, datanglah ke Ubai."

Masih banyak nama-nama sahabat Rasulullah yang merupakan hafizul quran. Para Khulafaur Rasyidin pun merupakan para penghafal Alquran. Sebagaimana disebut sebelumnya, hampir seluruh sahabat Rasulullah merupakan penghafal Alquran.

Dari para sahabat, tradisi menghafal Alquran terus diwariskan. Bahkan, ketika Alquran telah ditulis dan dikumpulkan, tradisi tersebut tak pernah sirna. 

Tak hanya di tanah Arab, Muslimin di negara lain pun berusaha bisa menghafal Alquran mengingat keutamaan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Dari semangat menghafal Alquran inilah Allah menjaga kalam-Nya terus murni hingga hari akhir. 

[RoL]
Read more...

ISRAEL SANGAT TAKUT DENGAN PENGHAFAL AL-QUR'AN

0 komentar


PKS Legok - SEPERTI yang telah kita ketahui bersama bahwa perang antara Israel-Palestina (HAMAS) tidak akan ada hentinya entah sampai kapan. Israel  terus menerus melakukan pembantaian-pembantaian terhadap warga Palestina, entah dengan cara sadis ataupun menggunakan siasat licik yang lemah lembut.

Perlu diketahui bahwa dari sekian ribu jiwa korban keganasan perang Israel, 75% diantara mereka adalah anak-anak dan wanita. Berbagai alasan disampaikan oleh Israel mengenai korban tersebut, inilah, itulah bahkan sebagian besar alasannya sangat tidak masuk akal sama sekali dan terkesan mengada-ada. Lebih parahnya lagi Negara-negara dunia seakan tidak mampu menghentikan ini semua, termasuk negara-negara arab sendiri.

Banyak dari kita yang mempertanyakan kenapa Israel tega menghabisi nyawa anak-anak Palestina? Ada yang bilang memang tabiat Israel yang kejam dan biadab, ada juga yang bilang Israel takut akan pertumbuhan anak-anak Palestina. Karena anak-anak yang terlahir adalah generasi masa datang yang gemilang. Mungkin pendapat yang kedua ada benarnya dan masuk akal juga.

Berikut ini akan dijelaskan mengapa Israel menjadikan anak-anak Palestina sebagai target operasi mereka selain kelompok HAMAS tentunya.

Pada penyerangan Israel terhadap Palestina pada Desember 2008 yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan tahun 1429 H, pimpinan HAMAS Ismail Haniyah melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang telah hafal Al-Qur’an. Dan ternyata anak-anak yang sudah hafal 30 juz Al-Quran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi.

“Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Al-Quran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?” Demikian pemikiran yang berkembang di dalam pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Al-Quran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel, menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan Al-Qur’an. Tidak ada main Play Station atau game bagi mereka.

Namun kondisi tersebut memacu mereka untuk menjadi para penghafal Al-Quran yang masih begitu belia. Dan pada saat itu, karena ketakutan Zionis Yahudi, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.

Itulah sebagian alasan mengapa HAMAS memberlakukan syarat-syarat yang amat berat untuk menjadi anggota mereka, diantaranya Hafidz Al-Qur’an dan tidak pernah meninggalkan shalat fardhu terutama shalat subuh.

Teringat sejarah emas tentang kejayaan Islam di masa kekhalifahan dahulu. Dan rahasia besar yang perlu dicatat dalam masa itu adalah umat Islam tidak pernah jauh dengan Al-Quran, tidak pernah melepaskan hadits Rasulullah saw menjadi pedoman. Seperti dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. pernah bersabda.

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua hal. Jika kalian berpegang teguh dengan keduanya, maka kalian tidak akan pernah sesat, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik).

Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Apa yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk membina generasi penerus bangsa?

Belajarlah dari Palestina, walaupun mereka dikurung oleh penjajahan Zionis, nyawa mereka terancam setiap saat, setiap menit bahkan setiap detik, tapi itu semua tidak menyurutkan niat mereka untuk dekat dengan Sang Khalik dan mendalami lebih dalam dan lebih jauh tentang Agama Islam.

Israel memang unggul dalam segi jumlah pasukan dan perlengkapan tempur yang berteknologi paling tinggi. Tapi rakyat Palestina memiliki semangat juang yang tinggi, mereka berani mati demi kebebasan mereka, anak cucu mereka. Mendapat syahid dengan janji bertemu Rabb dengan leluasa tanpa tabir apapun. [islampos]


Read more...

Ibuku Sang Murabbi

0 komentar


PKS Legok - Dalam Suatu Pengajian di daerah Bekasi Seorang Ustadz (Sebut Saja, ustadz Ilham) menceritakan pengalamannya ketika melamar jadi dosen di sebuah Perguruan Tinggi Islam. Ia Mendapatkan rekomendasi dari Ketua yayasan PTI tersebut untuk mendaftarkan diri menjadi dosen. Ketua yayasan tersebut berjanji akan menerima beliau sebagai dosen. Akhirnya ustadz Ilham mencoba untuk mendaftarkan dirinya.

“Terima Kasih Pak Ilham, sudah melamar menjadi dosen di tempat kami.” Kata Pak Hasan yang mewakili Pihak Kampus.

“Saya Juga berterima kasih telah disambut hangat oleh pihak kampus,” Jawab ustadz tak kalah hangatnya.

“Kalo boleh tahu, Pak Ilham punya Murabbi?” Pak Hasan mengajukan pertanyaan cukup serius.

“Alhamdulillah ada Pak.” Ustadz menjawab santai.

“Kalo boleh tahu siapa Murabbinya?” Rasa penasaran menyelimuti Pak Hasan.

“Ibu Saya.”

Pembicaraan terhenti beberapa saat. Mungkin Pak Hasan kaget atas jawaban ustadz Ilham. Pak Hasan mengira-ngira apakah jawaban ustadz hanya bercanda atau sungguh-sungguh. Yang pasti seorang ibu menjadi murabbi bagi pemahaman Pak Hasan adalah suatu hal yang jarang Terjadi.

“Pak Ilham terima kasih sudah melamar di PTI Kami, Nanti akan kami kabari bapak diterima atau tidak.” Pak Hasan mengakhiri Pembicaraan.

Akhirnya ustadz Ilham pulang, dan tidak pernah kembali ke ruangan itu. Karena memang tidak pernah datang kabar ia diterima di sana. Ia selalu berpikir, apakah salah jika aku menyatakan “Murabbiku adalah Ibu?”

Kisah di atas adalah kisah nyata yang disampaikan sang ustadz dalam pengajian rutinnya. Proses pendidikan Indonesia saat ini telah disempitkan artinya hanya berada di sekolah. Sehingga pemerintah belum memprioritaskan pendidikan parenting bagi para calon ibu. Padahal pendidikan di sekolah hanyalah sementara, sedangkan pendidikan dari seorang ibu adalah selamanya. Sehingga banyak pemuda-pemudi muslim saat ini merasa tak dididik (tertarbiyah) oleh ibu atau kedua orang tuanya. Wajar jika ungkapan “Murabbiku adalah Ibu” menjadi hal yang sangat asing.

Padahal jika kita mau mengambil pelajaran dari proses pendidikan orang-orang besar. Kita akan tahu betapa besarnya tanggung jawab proses pendidikan dari seorang ibu. Ulama Dari Kuwait, Dr Tariq Suwaidan penulis Biografi 4 Imam Mazhab menuliskan Kisah besarnya peran seorang ibu bagi proses Pendidikan Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad.

Ibu Imam Malik sang Pendidik
Pada Masa Kecilnya Imam Malik Memiliki kecenderungan kepada lagu dan musik. Ibunyalah yang telah membuat Imam Malik meninggalkan dunia lagu dan musik beralih ke dunia ilmu hingga akhirnya menjadi Ulama Fiqih yang ilmunya terus bermanfaat hingga saat ini.

Imam Malik Menuturkan:
Pada Masa kecilku, aku sangat menyukai para penyanyi. Ibuku tahu aku sangat gandrung dengan nyanyian, tapi ia merasa bahwa teladan yang kuidamkan tidak tepat dan tidak benar. Ia pun memalingkan aku dari lagu-lagu itu. IA berpesan, “Seorang penyanyi, jika ia buruk rupa, maka lagunya tidak akan dilihat dan didengarkan. Karena itu tinggalkanlah lagu dan tuntutlah ilmu fiqih!”

Imam Melanjutkan:

Aku pun akhirnya meninggalkan para penyanyi itu dan mengikuti para fuqaha sehingga Allah mewujudkan cita-citaku seperti sekarang.

Pada suatu hari ibuku datang membawakan pakaian kebesaran para ulama. Ia mengenakannya untukku dan memasangkan kopiah di kepalaku. Ia memasangkan balutan di kopiah itu, lalu menarikku seraya berkata, “Sekarang, pergilah!” Ia menunjukkan kepadaku seorang Ulama.

Ternyata Pendidikan seorang ibu sang imam tidak hanya sebatas memotivasi anaknya untuk menjadi Ulama, bahkan sang ibu juga memberikan pengarahan dalam proses Pendidikan sang Imam.

Sang Ibu Berpesan kepada Imam Malik, “Pergilah ke tempat Rabi’ah, pelajari akhlaqnya sebelum kau mempelajari ilmunya.” Sungguh pengarahan yang luar biasa dari seorang ibu yang mulai. Ia paham bahwa sang anak harus mengutamakan akhlak di atas ilmu.

Imam Syafi’i dan Ibu yang Cerdas.

Ibunda Imam Syafi’i adalah seorang Ahli ibadah yang cerdas. Kecerdasan Beliau tampak ketika ia menjadi salah seorang saksi di pengadilan Mekah bersama seorang saksi perempuan lain dan seorang saksi laki-laki. Ketika hakim ingin memisahkan antara kesaksian dua orang perempuan tersebut. Akan tetapi, ibunda imam Syafi’i berseru, “Kau tidak layak melakukan hal itu karena Allah telah berfirman, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang laki (di antara kalian). Jika tak ada dua orang lelaki maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya (Al-Baqarah: 282).” Akhirnya sang hakim menarik kembali pendapatnya.

Peran Ibunda Imam Syafi’i terhadap dirinya sangatlah besar. Seperti Imam Malik, Imam Syafi’i juga mendapat banyak pengarahan dari sang ibu dalam hal menuntut ilmu. Ibunya selalu membimbing Syafi’i untuk terus meraih ilmu dengan mengirimnya dari Gahaza ke Mekah. Sang ibu mengirim Syafi’i agar dapat hidup tidak jauh dari pusat ilmu kala itu.

Ibunda Syafi’i juga menyiapkan seluruh perbekalan perjalanan sang imam menuju Mekah. Dikisahkan oleh Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, Syafi’i pernah berkata “Ibuku Mempersiapkan segalanya untuk perjalananku ke Mekah. Aku pun berangkat ke sana. Ketika itu aku masih berumur sekitar sepuluh tahun. Aku menetap di rumah salah seorang kerabatku dan mulai menuntut ilmu di sana.” Kondisi Imam Syafi’i yang tumbuh dalam keadaan Yatim, menjadikan sang Ibu adalah Murabbi pertamanya.

Prioritas Ibu Imam Ahmad

Ibu Imam Ahmad bernama Shafiyyah. Shafiyyah sangat memperhatikan putra yatimnya, Ahmad. Shafiyyah memilih tetap menjanda pada usianya yang terbilang muda demi mengasuh Ahmad. Pada saat itu mayoritas perempuan Arab bila ditinggal mati suaminya, cenderung untuk menikah lagi demi menjaga kehormatan dan nama baiknya. Bahkan sudah menjadi tradisi wanita ditinggal mati suami atau dicerai, harus segera menikah lagi. Tetapi berbeda dengan mayoritas perempuan Arab. Shafiyyah bertekad untuk totalitas mengasuh putranya yang kelak akan menjadi Imam Besar Sepanjang Zaman. Ketika ditinggal Suami, Shafiyyah masih berusia 30 Tahun.

Kasih sayang dan perhatian penuh yang diberikan oleh sang ibu, telah mendidik Ahmad tumbuh menjadi seorang Pemuda yang berbakti kepada orang tuanya. Pernah suatu ketika Ahmad menolak menyeberangi sungai Tigris untuk sekadar menerima hadits bersama teman-temannya dari Jarir ibn Abdul Hamid, Ulama Ahli rakyu. Saat teman-temannya mengajaknya, Ahmad mengatakan “Ibuku tidak mengizinkanku melakukannya.” Padahal, ketika itu umur Ahmad sudah 22 tahun.

Dalam Menuntut Ilmu Ahmad selalu mengutamakan mendapat ridha dari sang ibu. Karena beliau tahu mendapatkan Ridha sang Ibu adalah sunnah Rasul-Nya. Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda; Ridha Allah pada ridha orangtua dan murka Allah pada murka orangtua (HR. Al-Baihaqy)

Kehebatan para Imam Mazhab ternyata tak lepas dari kehebatan Murabbi mereka yaitu, kontribusi para ibunda. Karena ibu adalah madrasah pertama pendidikan seorang anak. Kita dapat mengambil pelajaran dari ibu para imam bagaimana mendidik seorang anak. Seperti imam Malik & Imam Syafi’i yang diberi arahan oleh sang ibu dalam menuntut ilmu. Mereka dipersiapkan perbekalannya dalam mengarungi samudra ilmu yang sangat luas. Seorang ibu juga harus memberikan prioritas hidupnya mendidik sang anak layaknya ibu Imam Ahmad. Karena setiap ibu harus paham, mendidik anak bukanlah sambilan tetapi keutamaan.

Sudah sepantasnya seluruh umat Islam mulai memperhatikan peran ibu dalam mendidik sang anak.  Pengadaan sekolah calon ibu, sekolah pra Nikah yang mulai gencar saat ini adalah suatu kemajuan yang patut disyukuri dan ditindaklanjuti. Seperti apa yang penulis tuliskan di awal “Pendidikan di sekolah hanyalah sementara, sedangkan pendidikan dari seorang ibu adalah selamanya.”

[dakwatuna]


Read more...

Labels

 
Home | Info DPC | Gallery | Daftar Isi | Kontak Kami | Kirim Tulisan |
Copyright PKS Legok © 2013 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings