PKS Legok - Para
petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sengaja memperlambat
kerja-kerja penyidikan kasus proyek pembangunan sport center Hambalang, Jawa
Barat. Demikian dikatakan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI), Boyamin Saiman.
Abraham Samad dan kawan-kawan ini, katanya, ketakutan
bakal di-Antasari Azhar-kan apabila sampai berani mengungkap kasus Hambalang
dan menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng.
"KPK ini mencoba mencari selamat supaya tidak mengalami peristiwa kriminalisasi seperti Antasari dulu," katanya, Kamis (12/9).
Dalam kasus Andi Mallarangeng, Boyamin mengatakan, KPK bersikap ambivalen. KPK dulu beralasan tidak mungkin bisa menahan Andi Mallarangeng mengingat belum mengantongi perhitungan akhir kerugian negara dalam proyek Hambalang, namun ketika perhitungan itu akhirnya dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Antikorupsi ini tetap mengulur waktu menuntaskannya.
"Pemeriksaan saksi-saksi untuk Andi Mallarangeng sudah semua dan Andi sendiri sudah pernah diperiksa sebagai tersangka. Sebenarnya tidak ada yang ditunggu lagi untuk penahanan Andi," ujar Boyamin, yang kerap disapa Boy.
Para pimpinan KPK menanggalkan baju penegak hukum dan berubah menjadi politikus apabila bersinggungan dengan kasus-kasus korupsi yang melibatkan kekuasaan Istana. "Terhadap kekuasaan, KPK ini melintir jadi politisi bukan aparat penegak hukum. Kalau politisi selalu ada jawaban. Kalau penegak hukum kan jelas dan terukur," terang Boy seperti dilansir Okezone.
Boyamin menduga pimpinan KPK mengidap sindrom 'kriminalisasi' Antasari Azhar. Mereka, kata dia, khawatir kasus Antasari berulang lagi apabila sampai menahan Andi Mallarangeng. "Padahal apa yang ditakutkan. Masa kekuasaan (Istana) sudah hampir selesai. Kalau muter-muter terus malah ditembak. Akhirnya malah enggak dianggap," kata Boy.
Dalam kasus Hambalang, KPK telah menetapkan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Kemenpora, Deddy Kusnidar, mantan Menpora Andi Mallarangeng, dan Ketua Konsorsium dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, Teuku Bagus Mokhammad Noor. Deddy memilih KPK segera menahannya dengan alasan banyak mengalami teror.(okz)
Share Article on : | |||
Tweet |