PKS Legok - Para ulama
memang berbeda pendapat tentang hukum najisnya air mani. Sebagian ulama
mengatakannya najis dan sebagian lain mengatakan tidak najis.
1. Jumhur Ulama: Najis
Jumhur ulama seperti mazhab Al Hanafiyah, Al
Malikiyah, dan Al Hanabilah mengatakan bahwa air mani itu hukumnya najis. [Hasyiyatu
Ibnu Abidin jilid 1 halaman 208]
Dasar bahwa air mani itu najis adalah hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahuanha, dimana beliau
mencuci bekas sisa air mani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah
mengering di pakaian beliau.
“Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau keluar untuk shalat meski pun masih
ada bekas pada bajunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu juga ada atsar dari Abu
Hurairah radhiyallahuanhu, dimana beliau berfatwa:
“Kalau kamu melihat air mani maka cucilah bagian
yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya.”
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu juga
berpendapat bahwa air mani itu najis. Beliau mengatakan bahwa air mani itu
sederajat dengan air kencing yang hukumnya najis.[Al Bidayah alal Hidayah jilid
1 halaman 722]
Al Malikiyah mengatakan bahwa air mani itu najis
karena mereka mengatakan bahwa asal muasal air mani itu adalah darah yang juga
najis. Lalu darah itu mengalami istihalah (perubahan wujud)
sehingga menjadi mani, namun hukumnya tetap ikut asalnya, yaitu
najis.[Hasyiyatu Ad-Dasuki jilid 1 halaman 51]
2. Mazhab Asy Syafi’iyah: Tidak Najis
Sedangkan mazhab Asy Syafi’iyah mengatakan bahwa meski
semua benda yang keluar dari kemaluan depan atau belakang itu najis, tetapi air
mani dan turunannya adalah pengecualian.
Apa yang dikatakan itu bukan tanpa dasar, sebab kita
menemukan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri yang mengatakan
bahwa mani itu tidak najis.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang hukum air mani yang terkena
pakaian. Beliau Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,”Air mani itu
hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan
kain.” (HR. Al Baihaqi)
Dahak dan lendir bukan merupakan benda najis, meski
pun menjijikkan buat sebagian orang. Dan karena air mani disetarakan dengan
dahak dan lendir, maka otomatis kedudukan air mani bukan benda najis. Selain
dalil di atas, mazhab Asy Syafi’iyah juga berdalil dengan hadits shahih berikut
ini:
Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa beliau mengerik
bekas air mani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah kering dan
beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dengan mengenakan baju itu. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Yang dilakukan oleh Aisyah bukan mencuci baju tetap
mengerik bekas air mani yang telah kering. Tentu saja kalau hanya dikerik tidak
akan membuat air mani itu hilang sepenuhnya.
Dan kalau sampai Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
shalat dengan mengenakan baju yang masih ada bekas maninya, hal itu menunjukkan
bahwa sesungguhnya air mani itu tidak najis.[Mughni Al Muhtaj jilid 1 halaman
79-80]
Rujukan: Fiqih dan Kehidupan
[fimadani]
Share Article on : | |||
Tweet |